Senin, 28 Oktober 2013

Saatnya Menjadi Muslim Paling Utama!

Saatnya Menjadi Muslim Paling Utama!


Sejujurnya, setiap jiwa menghendaki sesuatu yang paling utama. Sebagai contoh, ketika seseorang ingin menikah, tentu ia akan mencari calon yang paling baik untuk menjadi pendamping hidupnya. Hal ini wajar dan manusiawi, asalkan semua itu tetap dalam rangka kesempurnaan iman, bukan hawa nafsu.
Hal serupa juga bisa kita temui dalam dunia olahraga, katakanlah sepakbola. Semua tim, tentu ingin menjadi juara, dan setiap pemain ingin menjadi yang terbaik. Ini adalah fitrah manusia. Selalu ingin menjadi yang terbaik.

Nah, sebagai Mukmin kita juga mesti memiliki motivasi dan semangat tinggi untuk menjadi yang terbaik, tidak saja dalam hal profesi atau pun keahlian dan pendidikan, tetapi dalam konteks yang lebih mendasar, yakni dalam hal keimanan, sehingga kita berkesempatan besar meraih titel terbaik sebagai Mukmin yang paling utama.


Sama dengan proses dan penilaian serta penetapan kriteria dalam setiap pemilihan dan penentuan yang terbaik, menjadi Mukmin yang paling utama pun juga demikian. Hal ini disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Ibn Amr.


“Orang Mukmin yang paling utama keislamannya adalah mana orang-orang Muslim selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya dari orang-orang Muslim lainnya; orang Mukmin yang paling utama keimanannya adlah orang yang paling baik di antara mereka perangainya; orang berhijrah yang paling utama adalah mereka yang berhijrah dari segala sesuatu yang dilarang Allah Ta’ala; dan jihad yang paling utama ialah orang yang berjihad (mengendalikan) nafsunya dalam Dzat Allah.” (HR. Thabrani).

Rabu, 16 Oktober 2013

Jika Ini Ramadhan Terakhir Kami

Jika Ini Ramadhan Terakhir Kami
oleh Isti Noor Masita

Ketika detik waktu berhenti,
Kehidupan abadi mulai menanti,
Setiap manusia dimintai pertanggung jawaban diri,
Amal ditimbang,mau masuk kemana kita nanti,
Surga yang penuh kenikmatan atau neraka yang penuh siksaan?
Semua itu adalah pilihan,
Wahai insan mari kita renungkan,
Rabbi....
Jika ini pertemuan terakhir dengan ramadhan,
Sungguh kesempatan semakin sempit dan waktu semakin sedikit,
Sedangkan dosa masih setinggi langit,
Dan amal kebaikan masih cacat terlihat,
Tentulah jika ini ramadhan terakhir kami,
Kami takkan mau menjadi hambaMu yang merugi,
Takkan kami biarkan waktu yang hanya berlalu,
Siang malam kami habiskan untuk beribadah untukMu,
Berharap setiap helaan nafas hanya tersebut asamaMu,
Menghamba diri dengan tubuh dan qalbu menyatu,
Lantunan dzikir terus terucap tanpa kenal jemu,
Malam akan kami sibukkan untuk bertarawih..bertahajud..mengadu padaMu,
Lantunan ayat quran akan terus kami dendangkan yang tiada henti memaknai setiap firmanMu,
Berlomba lomba,berharap Kau pertemukan kami dengan malam yang lebih baik dari seribu bulan,
Akankah kami pantas mendapat syurgaMu, Rabbi?
Tentulah jika ini ramadhan terakhir kami,
Seluruh materi yang telah Engkau beri akan kami berikan di jalan jihad ini,
Tentu tak hanya ingin sekadar materi,
Tetapi seluruh jiwa dan raga yang kami persembahkan,
Syahid di jalan dakwah ini adalah yang kami impikan,
Tentulah jika ini ramadhan terakhir kami,
Tak kan kami lewatkan waktu untuk orang orang tersayang,
Terkhusus untuk kedua orangtua,
Sisa waktu akan kami habiskan untuk memberi apa yang telah mereka harapkan,
Kepada mereka tak kan kan kami lupakan untuk memohon maaf atas segala kesalahan,
Berdoa agar syurga nanti kelak menjadi tempat kembali pertemuan,
Sungguh tiada yang mengetahui kapan maut akan menjemput,
Karena itu adalah rahasia kuasaNya,
Sebagai hamba hanya mampu terus berusaha,
Meminta belas kasihNya,
Memperbanyak bekal agar mampu mendapat syurgaNya,
Bersiap diri menanti jemputan izrail,
Jadikan ramadhan ini menjadi ramadhan yang paling berseri dan berarti sebelum maut itu menghampiri,
Illahi rabbi...
Yogyakarta, 25 juli 2013

Bismillahhirrahmanirrahim...
Assalamualaykum wr wb...
Teruntuk saudara saudara imasga dimanapun berada,
Sungguh, aku merindukan kalian semua. Rindu berkumpul dengan orang orang sholeh seperti kalian. Tersatukan dalam lingkaran ukhuwah.
Mungkin memang kita belum pernah saling berjabat,
Tapi bukankah ukhuwah ini akibat dari iman?
Maka sebelum tangan berjabat, bibir berucapa,ukhuwah ini sudah ada,
maka jangan pernah lelah untuk terus berbenah iman, agar ukhuwah ini tetap utuh tersatukan.
Jarak yang mungkin memisahkan,semoga bukan menjadi penghalang untuk terus saling mendoakan,justru jarak yang ada,semoga bisa menjadi kekuatan doa itu dikabulkan.
Bismillah...semoga Allah pertemukan kita di syurgaNya,aamiin.. :')
Wassalamualaykum wr wb

Sabtu, 17 Agustus 2013

Pria Atheis Ini Akhirnya Menemukan Sang Pencipta dalam Islam

Pria Atheis Ini Akhirnya 
Menemukan Sang Pencipta dalam Islam

Oleh Friska Yolandha


Bagi Laurence, Islam sangatlah sesuai 
dengan keyakinannya.

Orangtua mana yang tak merasa bahagia atas kelahiran anak mereka? Perasaan itulah yang membuncah di dalam hati Laurence Brown sangat bayi perempuan kecilnya terlahir. Kebahagiaan Laurence luntur seketika dan berubah menjadi ketakutan, karena bayi mungilnya divonis mengalami kelainan di arteri besar jantungnya.
Akibat kelainan itu, jantung Hanna –  nama anak perempuan Laurence itu — tak bisa memasok oksigen ke seluruh tubuh mungilnya. Akibatnya tubuh bagian bawah sang gadis kecil terlihat membiru, seolah mati.
Dokter pun segera membawa Hanna ke ruang rawat intensif untuk menanganinya lebih lanjut. Laurence menyadari, penyakit yang diderita anaknya adalah masalah kecil yang banyak membuat orang meninggal. Dan mereka meninggal dengan cara yang tidak menyenangkan. Mereka harus menjalani operasi dan mengkonsumsi obat. Lalu beberapa tahun kemudian dioperasi lagi, dan terus begitu sampai ajal menjemput.
Menyaksikan kondisi putrinya yang lemah tak berdaya itu membuat lulusan tiga perguruan tinggi terkemuka, Cornell University, Brown Medical School, dan George Washington University itu tidak bisa mengontrol diri. Untuk pertama kalian, Laurence tak mampu menyelesaikan kesulitan yang dihadapinya.
Sebelumnya, Laurence selalu berupaya mengatasi kesulitannya yang dihadapinya. Ketika  membutuhkan lebih banyak uang, ia akan bekerja lebih keras agar memperoleh lebih banyak uang. Kali itu, ia benar-benar terpojok. Tak mampu berbuat apapun untuk menyelamatkan buah hatinya.
‘’Untuk pertama kalinya dalam hidup saya membutuhkan pertolongan,” ujar Laurence dalam The Deen Show, sebuah talkshow yang mengisahkan perjalanan hidup para mualaf. Laurance yang atheis alias tak mempercayai Tuhan baru tersadar. Ia membutuhkan bantuan Dia yang Maha Agung.
Laurence dibesarkan tanpa agama. Dia tidak pernah mengenal Tuhan. Kejadian ini justru membuatnya berkenalan dengan sosok yang dipercayai menjadi Pencipta. Melihat kondisi anaknya, ia melangkahkan kaki untuk pertama kalinya ke dalam ruang doa.
Dengan cara seorang atheis, ia berdoa kepada Tuhan.  “Tuhan, jika Engkau memang ada, maka selamatkanlah jiwaku — jika aku mempunyai jiwa. Aku butuh pertolongan-Mu.”
Ia lalu bernazar, ‘’Apabila Tuhan dapat menyelamatkan anak gadisnya dan menuntunnya pada agama yang paling Dia senangi, maka ia akan menjalankan agama tersebut.’’ Janji yang menurutnya cukup sederhana.
Tuhan pun mendengarkan doanya. Tuhan menyelamatkan anaknya dari kelainan jantung yang dideritanya. Hanna tidak harus dioperasi dan tidak lagi mengkonsumsi obat-obatan. Ia dapat tumbuh dewasa seperti anak-anak seumurnya.
Tentulah Laurence amat bahagia. Tim medis pun memberikan penjelasan yang logis bagi Laurence dan diri mereka sendiri mengenai kesembuhan Hanna. Tapi bagi Laurence, tidak ada penjelasan yang lebih logis daripada kuasa Tuhan atas kesembuhan Hanna.
Tuhan telah melaksanakan janjinya. Maka Laurence pun harus melaksanakan janjinya, yaitu menjalankan agama Tuhan. Pertama ia mempelajari Yahudi, namun kemudian ia berpindah ke Kristen. “Saya pikir saya menemukannya di dalam Kristen,” katanya ketika menceritakan pengalaman spiritualnya dalam mencari kebenaran.
Selama bertahun-tahun Laurence mencari kebenaran di dalam Kristen. Ia mengikuti berbagai jenis kebaktian, sekte, dan gereja Kristen. Ia ikut serta dalam sekte Quaker (perkumpulan agama sahabat, muncul di Inggris pada abad ke-17), Mormon, Katolik Roma, Yunani Ortodoks dan masih banyak lagi. Namun tidak satu pun yang dapat memuaskan pertanyaan-pertanyaan yang mengganjal di hatinya.
Pensiunan perwira Angkatan Udara Amerika Serikat dengan pangkat mayor ini sering berdiskusi dengan pendeta mengenai beberapa hal tentang Kristen, namun pendeta tersebut tidak memberinya jawaban yang memuaskan. “Saya menyukai beberapa ajaran di dalam Kristen, tapi ada juga beberapa yang saya tidak mengerti dan mereka tidak bisa menjawabnya.”
Salah satu pertanyaan yang diajukannya kepada pendeta adalah mengenai fondasi agama itu sendiri. Seperti halnya trinitas. Setelah menelusuri Alkitab, ia tidak menemukan pernyataan yang mengatakan konsep trinitas. Tuhan, seperti yang tertulis dalam Perjanjian Lama, adalah satu.
Ketika ia membicarakan hal itu, pendetanya malah berkata, “Oh itu, saya lupa.” Laurence sangat terkejut. Bagaimana mungkin hal sepenting itu dan  menjadi landasan dalam agama dilupakan begitu saja.
Hal lain yang mengganggunya adalah keberadaan Yesus Kristus sebagai seorang Anak Tuhan. Penulis buku MisGod’ed, God’ed, dan The Eighth Scroll ini percaya bahwa Yesus adalah seorang manusia yang diutus sebagai nabi bagi umatnya. “Saya meminta kepada pendeta agar mereka membuktikan kepada saya bahwa Yesus adalah Tuhan atau anak Tuhan,” cetus Laurence.
Sebanyak 88 kali Yesus menyebut dirinya sebagai Anak Manusia di dalam Alkitab. Laurence tidak menemukan satu kalimat pun di dalam Alkitab yang menyatakan Yesus mengklaim dirinya sebagai anak Tuhan. Yesus yang merupakan pendeta Yahudi itu tidak pernah mengajarkan kepada setiap umatnya untuk menanggung dosa-dosa yang dilakukan Adam.
Setiap ayah tidak menanggung dosa anaknya, dan setiap anak tidak menanggung dosa ayahnya. Hal inilah yang selama ini menjadi pedoman setiap umat Kristen, yang diajarkan oleh Paulus. Namun kenyataannya, Yesus tidak pernah mengajarkan hal itu. “Setiap orang menanggung dosanya masing-masing,” kata Laurence mengutip dari Alkitab.
Karena ada dua ajaran yang ditemukannya, ajaran Yesus dan Paulus, Laurence harus membuat pilihan. Ia lebih nyaman dengan ajaran Yesus.  Ia pun mengikuti ajaran Yesus sang Nabi Allah. Laurence berhenti mempelajari Kristen karena agama tersebut tidak sesuai dengan keyakinannya.
Ia mempercayai Yesus adalah seorang Nabi, alih-alih seorang anak Tuhan. Semakin mempelajari Kristen dan berusaha untuk menjadi Kristiani yang taat, kian ia menyadari agama ini tidaklah cocok. Tidak satu sekte pun yang merepresentasikan keyakinannya, sampai ia menemukan Islam.
Ia menemukan dalam Alkitab Yesus berkata akan ada Nabi terakhir setelah dirinya. Muhammad datang membawa agama yang menyempurnakan agama-agama sebelumnya, yaitu Islam. Dan bagi Laurence Islam sangatlah sesuai dengan keyakinan yang ia miliki. Ia pun mulai membaca Alquran dan buku-buku tentang Islam.
Dan setelah itu tidak ada lagi keraguan baginya untuk tidak memeluk Islam. “Buku-buku tersebut menjelaskan dengan jelas mengenai keyakinan yang saya anut. Dan karena itulah saya memilih Islam,” ujarnya bahagia. (hr/rol)


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/08/13/37826/pria-atheis-ini-akhirnya-menemukan-sang-pencipta-dalam-islam/#ixzz2cFduo1S4

Sabtu, 13 April 2013

The Journey to Meet Istidroj

The Journey to Meet Istidroj

oleh Bagas Heradhyaksa*


43. Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.

44. Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.
( Al-An’am (6) ayat 43 – 44)

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaykum wr wb

Mari kita bersama-sama mentadaburi Surat Al-An’am ayat 43 – 44. Mungkin akan terasa lebih nimat jika kita memahami makna dari ayat 31 -50 sekalian yang merupakan satu ‘ain atau satu makhroj, tidak terpotong hanya pada dua ayat tersebut. Namun, pada kesempatan kali ini, mari kita bersama-sama mengkhususkan atau lebih berkonsentrasi pada ayat 43 – 44 terlebih dahulu saja, adapun ayat lainnya bisa kita tadaburi di lain kesempatan.

Di ayat 43, Allah bertanya kepada kita, mengapa ketika sedang mendapat siksaan kita tidak memohon kepada Allah dengan tunduk merendahkan diri ?

Mari kita coba buat cara agar lebih mudah dalam memahami ayat ini.
Coba aplikasikan ayat tersebut di dalam kehidupan nyata kita.

-        Mengapa ketika kita sedang dapat banyak cobaan kita tidak datang kepada Allah dengan tunduk dan merendahkan diri ?
-        Mengapa ketika nilai akademis kita jatuh, kita tidak datang kepada Allah dengan tunduk dan merendahkan diri ?
-        Mengapa ketika tubuh didatangi banyak penyakit, kita tidak datang kepada Allah dengan tunduk dan merendahkan diri ?
-        Mengapa ketika bayak yang memusuhi kita, kita tidak datang kepada Allah dengan tunduk dan merendahkan diri ?
-        Mengapa ketika usaha yang sudah dibangun dengan susah payah, lalu hancur lebur, kita tidak datang kepada Allah dengan tunduk dan merendahkan diri ?
-        Mengapa ketika banyak orang yang memfitnah dan menjauhi kita, kita tidak datang kepada Allah dengan tunduk dan merendahkan diri ?

Apakah Anda sudah dapat merasakan potongan ayat 43 ini lebih mengena di hati ?
Buatlah sendiri dengan kalimat Anda sendiri, siksaan apa yang mungkin atau sedang Anda alami, dan apakah ketika siksaan itu menimpa, kita sudah datang ke Allah dengan tunduk merendah diri ?

Lanjut menuju ke potongan ayat selanjutnya.

Bahkan hati mereka telah menjadi keras.

-        Bukannya mendekat kepada Allah dengan tunduk dan merendah, malah hatinya yang dikerasin, tidak mau mengakui bahwa semua terjadi karena kesalahan diri kita sendiri. Kitalah yang telah mendzolimi diri kita sendiri. Jangan mecari-cari alasan !
-        Bukannya mendekat kepada Allah dengan tunduk dan merendah, malah semakin menjadi-jadi maksiatnya. Makin berani ngelawan Allah. Makin keras hatinya.
-        Bukannya mendekatkan diri kepada Allah dengan tunduk dan merendah, malah semakin menjauh. Ibadah jadi tidak karuan. Yang sunnah hilang satu persatu. Yang wajib dikerjain sekenanya saja, ala kadarnya saja. Makin keras hatinya, makin tidak takut sama dosa.
-        Bukannya mendekatkan diri kepada Allah, malah dosa-dosa dijadikan kebiasaan, syariat diterabas dimana-mana, Qur’an dan hadist dianggap sebuah mitos belaka. Makin keras hatinya, makin berani melawan Allah.


dan syaitanpun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.

Sekarang, segala perilaku kita yang menyimpang dari Qur’an dan hadist, jadi kelihatan indah di mata kita.
Kemaksiatan-kemaksiatan yang kita kerjakan dianggap lumrah oleh diri kita sendir.
Mengapa ? Karena Hati kita sekarang sudah keras dan syetan membuat perilaku tersebut jadi indah.
Mulai berani ngelawan hukum-hukum Allah, awalnya dikit demi sedikit ngelanggar syariat, lama-lama jadi terlihat lumrah dan indah, syetan yang ngebuat kayak gitu.
Jadi tidak sadar sudah terjebak dalam lingkaran syetan sejauh ini. Semua terasa wajar-wajar saja. Hati sudah terlanjur keras menerima masukan-masukan agama. Kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan agama dan berbau maksiat dianggap suatu yang lumrah dan wajar.
Dan ternyata, baru bisa sadar ketika sudah berada jauh di tengah samudera kemaksiatan.
Ya, semua sudah terlanjur terlihat lumrah dan indah. Hal yang wajar.
Saat itu lah, kita akan susah untuk bisa keluar dari kebiasan maksiat tersebut. Karena semua sudah terlihat biasa-biasa saja, padahal hal tersebut tidak disukai Allah.

Mari kita pahami bersama-sama ayat 43 ini secara keseluruhan.

Saat siksaan datang kepada kita, mengapa kita tidak datang dengan tunduk dan merendah kepada Allah ? Mengapa justru semakin mengeraskan hati ? Jika begitu terus dan tidak segera bertaubat, maka bisa-bisa syetan akan menjadikan perilaku buruk kita itu terlihat bagus bagi diri kita sendiri.

Saudaraku, berhati-hatilah ketika hal tersebut sudah menimpa diri kita. Kita tidak sadar lagi jika kita sudah terjebak dalam lingkaran syetan kemaksiatan. Tidak sadar lagi jika kita sudah semakin menjauh dari Allah. Justru kita mengira bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang baik, itulah tipu daya syetan.

Sungguh kita perlu mewaspadai, jangan pernah berkompromi dengan kemaksiatan. Karena kemaksiatan itu mempunyai snow ball effect. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, dan kita tidak menyadarinya jika kita sudah hampir membangun gunung kemaksiatan dalam diri kita. Mengapa bisa begitu ? Sekali lagi, karena syetan membuat kita memandang kemaksiatan yang kita lakukan itu indah dan bagus di mata kita sendiri.

Oleh karenanya, kita harus benar-benar aware  terhadap segala kemungkinan pintu masuknya syetan. Kita harus segera cut semua jalan-jalan yang berpotensial jadi arah masuknya syetan. Bukan berarti harus keras, kaku atau mengekang, percayalah, jalan-jalan yang diperbolehkan syariat itu justru jauh lebih indah dan nikmat, bahkan kekal abadi. Percayalah !

Jika kita berkompromi dengan syetan, bisa-bisa kita di ajak menuju ke samudera kemasiatan untuk menemaninya di neraka kelak.


Al-An’am ayat 44


44. Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.

Coba perhatikan ayat ini dengan seksama.
-        Ketika kita sudah melupakan perintah yang diberikan Allah kepada kita.
-        Ketika kita sudah mulai jauh dari Allah.
-        Ketika kita sudah mulai sering bersentuhan dengan kemaksiatan.
-        Ketika kita sudah tidak mempedulikan lagi mana yang halal dan yang haram.
-        Ketika kita sudah mengira segala dosa-dosa kita itu adalah perbuatan yang bagus.

Maka Allah justru akan membuka semua pintu kesenangan-kesenangan untuk kita.

-        Kita akan merasa harta kekayaan kita justru bertambah banyak.
-        Kita akan merasa prestasi-prestasi kita kian melejit.
-        Banyak teman-teman yang datang mengerumuni dan mengagumi kita.
-        Popularitas jadi semakin tinggi.
-        Segala yang kita inginkan seakan-akan terpenuhi dalam sekejap.
-        Kita pun menjadi senang dan bangga karenanya.

Dan saat itulah, saat kita sudah mulai berani melawan Allah. Dilanjutkan dengan kesenangan demi kesenangan yang kita dapatkan. Ketika kita sudah merasa bahagia yang tiada terkira. Ketika kita sudah mulai merasa di puncak kejayaan. Ketika kita sudah merasa bahwa kita adalah The King of The word ! Dan, BBUUUUMM !! Allah akan menyiksa kita dengan sekonyong-konyong. Dan saat itulah, kita akan K.O

Kita akan klenger, tertunduk lemas bingung tidak tahu harus melakukan apalagi. Merasa segala sesuatunya sudah tamat. Tak tahu lagi kemana harus melangkah. Semua sudah terlanjur terjadi. Barulah saat-saat seperti ini. Kita akan tertunduk merendahkan diri datang kepada Allah.


Allah itu Baik Pake Banget.

Saran saya, bersyukurlah ketika kita masih di beri kesempatan untuk hidup, karena berarti kita masih diberi kesempatan untuk bertaubat. Sudahlah, tidak usah terlalu meikirkan masa lalu kita. Masa-masa dimana kita selalu bermandikan dosa dan maksiat. Hingga akhirnya kita sekarang di hancur leburkan oleh Allah dengan siksaan yang berat. Mengapa ? Karena Allah itu Maha Pemaaf. Pokoknya Allah itu baik banget, bahkan lebih baik dari apa yang pernah kita bayangkan.

Tidak percaya ? Baiklah, Mari kita bersama-sama membuka Ayatnya.

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Az-Zumar (39) ayat 53

Atau di hadist ini

Telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin Mu'adz Al 'Anbari telah menceritakan kepada kami bapakku telah menceritakan kepada kami Abu Yunus dari Simak dia berkata; An Nu'man bin Basyir berkhuthbah, maka dia berkata;Sungguh kegembiraan Allah karena taubatnya hamba-Nya melebihi kegembiraan salah seorang dari kalian yang pada suatu ketika dia membawa perbekalan dan minumannya di atas unta lalu dia berjalan di padang pasir yang luas. kemudian dia beristirahat sejenak dan tidur di bawah pohon. Tiba-tiba untanya lepas, dia pun mencarinya ke perbukitan, namun dia tidak melihat sesuatu sama sekali, kemudian ia mencari lagi di perbukitan yang lain, namun juga tidak melihatnya, ia pun naik lagi keperbukitan yang lain, tapi tetap tidak menemukan sesuatupun. Akhirnya dia kembali ke tempat istirahatnya. Tatkala dia sedang duduk, tiba-tiba untanya datang kepadanya seraya menyerahkan tali kekangnya ke tangannya. Maka sungguh kegembiraan Allah dengan taubatnya seorang hambanya melebihi kegembiraan orang ini ketika dia mendapatkan untanya kembali dalam keadaan seperti semula.” (HR. Muslim)

Pada kesempatan kali ini, saya tidak ingin terlalu banyak membahas ayat ini terlebih dahulu. Karena saya pikir tulisan saya sudah lumayan panjang, sudah masuk page 5. Yang saya takutkan nanti Anda justru bosan membacanya. Ya sebenarnya kalau boleh jujur mungkin banyak dari Anda yang sudah bosan membaca tulisan saya, jangankan tulisannya , wajah penulisnya saja sudah ngebosenin.
Oke, Pahamilah sendiri Surat Az-Zumar ayat 53 dan hadist-hadist yang mendukung lainnya. Jika perlu sekalian buka kitab tafsir dan tanyakan kepada ustadz yang memang berkompeten. InsyaAllah jika ada kesempatan kita akan bersama-sama berdiskusi mengenai betapa baiknya Allah.

Sekian dari saya. Al-An’am ayat 43 – 44 adalah sebuah peringatan untuk kita. Jadi jangan sampai kita adalah golongan yang dimaksud dalam Al-An’am 43 – 44 tersebut. Jangan sampai ! Stay Alert ! Jauhi segala kemungkinan yang dapat membuat kita terseret dalam apa-apa yang dimaksud dalam Al-An’am 43 – 44.

Akhirul Kalam
Wassalamu’alaykum Wr Wb

*) penulis adalah mahasiswa hukum undip dan mantan ketua rohis sma 3 semarang

Selasa, 26 Maret 2013

Kiat Tawadhu'


Kiat Tawadhu'

Barang siapa tawadhu' di dunia karena Allah, maka Allah 
mengangkat (derajat)nya pada hari kiamat. 
(HR. Al Baihaqi, shahih lighairihi)

Tawadhu’ berasal dari kata tawadha'a-yatawadha'u-tawadhu'an yang artinya merendahkan diri, rendah hati, atau meletakkan di bawah. Pengertian terakhir itu senada dengan wadha'a yang artinya tempat atau letak. Secara istilah, tawadhu' berarti menganggap orang lain lebih mulia dari diri kita dan tidak merendahkan mereka. Tawadhu' lebih dekat dengan istilah rendah hati dalam bahasa Indonesia, tetapi ia bukan sikap minder atau rendah diri.

Bagaimana kiat agar kita mudah tawadhu'? Intinya adalah bagaimana kita bisa melihat sisi-sisi kebaikan dan keunggulan orang lain sehingga kita dapat belajar dari kemuliannya sekaligus tidak merasa lebih mulia darinya.

Ketika bertemu dengan orang yang lebih muda, katakan pada diri kita: "Orang ini lebih muda dariku, tentu dosa-dosanya lebih sedikit dibandingkan denganku. Kemaksiatannya belum sebanyak diriku."



Ketika bertemu dengan orang yang lebih tua, katakan pada diri kita: "Orang ini lebih tua dariku, tentu amal-amalnya lebih banyak dariku. Ia telah beribadah lebih lama dari diriku."

Ketika bertemu dengan orang yang lebih kaya, katakan pada diri kita: "Orang ini lebih kaya dariku, Ia telah dikaruniai sesuatu yang dengannya. Ia bisa berzakat dan bersedekah. Infaq dan jihad hartanya tentu lebih banyak dariku."

Ketika bertemu dengan orang yang lebih miskin, katakan pada diri kita: "Orang ini lebih sedikit hartanya dibandingkan diriku. Ia lebih mudah dan lebih singkat hisabnya dari diriku, dan lebih besar pahala sabarnya dibandingkan denganku."

Ketika bertemu dengan orang yang pandai, katakan pada diri kita: "Orang ini lebih banyak ilmunya dariku. Ia lebih alim dari diriku dan dengan ilmunya Allah meninggikan derajatnya."

Ketika bertemu dengan orang yang bodoh, katakan pada diri kita: "Ketika orang ini bermaksiat, dosanya lebih ringan dariku. Sebab ia bermaksiat dalam kebodohannya, sedangkan aku bermaksiat padahal aku mengetahui ilmunya."

Ketika bertemu dengan anak muda yang telah bergabung dengan dakwah, katakan pada diri kita: "Pemuda ini sungguh luar biasa. Ia telah mendapatkan hidayah dan aktif berdakwah sejak muda. Sungguh pahalanya telah mengalir sejak usia muda yang saat di usia itu aku belum ada apa-apanya."

Ketika bertemu dengan orang tua yang baru bergabung dengan dakwah, katakan pada diri kita: "Orang tua ini sungguh beruntung. Ia mendapatkan hidayah Allah di penghujung usianya. Sedangkan diriku, sanggupkah aku istiqamah hingga di usia senja sepertinya?"

Ketika bertemu dengan ikhwah yang tilawahnya banyak, katakan pada diri kita: "Ikhwah ini tilawahnya lebih banyak dariku. Pahala dan kebaikannya juga lebih banyak dariku karena tiap huruf diganjar sepuluh kebaikan."

Ketika bertemu dengan ikhwah yang tilawahnya sedikit, katakan pada diri kita: "Ikhwah ini tilawahnya lebih sedikit dariku. Mungkin ia mentadabburi ayat demi ayat yang dibacanya, maka ia lebih utama karena kualitasnya daripada kuantitas tilawahku."

Ketika bertemu dengan ... katakan pada diri kita ...

Silahkan Anda yang meneruskan, karena pengalaman Anda insya Allah lebih banyak dan lebih memperkaya kiat tawadhu' untuk kita bersama. [Muchlisin] http://www.bersamadakwah.com

Sabtu, 23 Maret 2013

Enam Perusak Ukhuwah




Enam Perusak Ukhuwah
oleh Drs. H. Ahmad Yani

“Sesungguhnya mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” [QS Al-Hujurat (49):10]

Pada masyarakat Islam, persatuan dan kesatuan atau lebih sering disebut dengan ukhuwah Islamiyah merupakan sesuatu yang sangat penting dan mendasar, apalagi hal ini merupakan salah satu ukuran keimanan yang sejati. Karena itu, ketika Nabi Saw berhijrah ke Madinah, yang pertama dilakukannya adalah Al-Muakhah, yakni mempersaudarakan sahabat dari Makkah atau muhajirin dengan sahabat yang berada di Madinah atau kaum Anshar. Ini berarti, ketika seseorang atau suatu masyarakat beriman, maka seharusnya ukhuwah Islamiyah yang didasari oleh iman menjelma dalam kehidupan sehari-hari, Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” [QS Al-Hujurat (49):10]

Satu hal yang harus diingat bahwa, ketika ukhuwah islamiyah hendak diperkokoh atau malah sudah kokoh, ada saja upaya orang-orang yang tidak suka terhadap persaudaraan kaum muslimin, mereka berusaha untuk merusak hubungan di antara sesama kaum muslimin dengan menyebarkan fitnah dan berbagai berita bohong. Dalam kehidupan umat Islam, kita akui bahwa ukhuwah Islamiyah belum berwujud secara ideal, namun musuh-musuh umat ini tidak suka bila ukhuwah itu berwujud, mereka terus berusaha menghambatnya. Karena itu, setiap kali ada berita buruk, kita tidak boleh langsung mempercayainya, tapi lakukan tabayyun atau cek dan ricek terlebih dahulu kebenaran berita itu. Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya sehingga kamu akan menyesal atas perbuatanmu itu.” [QS Al-Hujurat (49): 6]

Asbabun nuzul (sebab turunnya ayat) tersebut di atas adalah, suatu ketika Al-Harits datang menghadap Nabi Muhammad saw., beliau mengajaknya masuk Islam, bahkan sesudah masuk Islam ia menyatakan kemauan dan kesanggupannya untuk membayar zakat. Kepada Rasulullah, Al-Harits menyatakan, “Saya akan pulang ke kampung saya untuk mengajak orang untuk masuk Islam dan membayar zakat dan bila sudah sampai waktunya, kirimkanlah utusan untuk mengambilnya.” Namun ketika zakat sudah banyak dikumpulkan dan sudah tiba waktu yang disepakati oleh Rasul, ternyata utusan beliau belum juga datang. Maka Al-Harits beserta rombongan berangkat untuk menyerahkan zakat itu kepada Nabi.

Sementara itu, Rasulullah saw. mengutus Al-Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat, namun di tengah perjalanan hati Al-Walid merasa gentar dan menyampaikan laporan yang tidak benar, yakni Al-Harits tidak mau menyerahkan dana zakat, bahkan ia akan dibunuhnya. Rasulullah tidak langsung begitu saja percaya, beliau pun mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk menemui Al-Harits. Ketika utusan itu bertemu dengan Al-Harits, ia berkata, “Kami diutus kepadamu.” Al-Harits bertanya, “Mengapa?” Para sahabat menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus Al-Walid bin Uqbah, ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat bahkan mau membunuhnya.”

Al-Harits menjawab, “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan tidak ada yang datang kepadaku.” Maka ketika mereka sampai kepada Nabi saw., beliau pun bertanya, “Apakah benar engkau menahan zakat dan hendak membunuh utusanku?” “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.” Maka turunlah ayat itu.

Surat Al Hujurat ayat 6 di atas menggunakan kata naba’ bukan khabar. M. Quraish Shihab dalam bukunya Secercah Cahaya Ilahi halaman 262 membedakan makna dua kata itu. “Kata naba’ menunjukkan berita penting, sedangkan khabar menunjukkan berita secara umum. Al-Qur’an memberi petunjuk bahwa berita yang perlu diperhatikan dan diselidiki adalah berita yang sifatnya penting. Adapun isu-isu ringan, omong kosong, dan berita yang tidak bermanfaat tidak perlu diselidiki, bahkan tidak perlu didengarkan karena hanya akan menyita waktu dan energi.”

Enam Perusak Ukhuwah

Mengingat kedudukan ukhuwah islamiyah yang sedemikian penting, maka memeliharanya menjadi sesuatu yang amat ditekankan. Disamping harus mengecek kebenaran suatu berita buruk yang menyangkut saudara kita yang muslim, ada beberapa hal yang harus kita hindari agar ukhuwah islamiyah bisa tetap terpelihara. Allah swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan) dan jangan pula wanita wanita-wanita mengolok-olokan wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita (yang diperolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” [QS Al-Hujurat (49): 11-12]

Dari ayat di atas, ada enam hal yang harus kita hindari agar ukhuwah islamiyah tetap terpelihara:

Pertama, memperolok-olokan, baik antar individu maupun antar kelompok, baik dengan kata-kata maupun dengan bahasa isyarat karena hal ini dapat menimbulkan rasa sakit hati, kemarahan dan permusuhan. Manakala kita tidak suka diolok-olok, maka janganlah kita memperolok-olok, apalagi belum tentu orang yang kita olok-olok itu lebih buruk dari diri kita.

Kedua, mencaci atau menghina orang lain dengan kata-kata yang menyakitkan, apalagi bila kalimat penghinaan itu bukan sesuatu yang benar. Manusia yang suka menghina berarti merendahkan orang lain, dan iapun akan jatuh martabatnya.

Ketiga, memanggil orang lain dengan panggilan gelar-gelar yang tidak disukai. Kekurangan secara fisik bukanlah menjadi alasan bagi kita untuk memanggil orang lain dengan keadaan fisiknya itu. Orang yang pendek tidak mesti kita panggil si pendek, orang yang badannya gemuk tidak harus kita panggil dengan si gembrot, begitulah seterusnya karena panggilan-panggilan seperti itu bukan sesuatu yang menyenangkan. Memanggil orang dengan gelar sifat yang buruk juga tidak dibolehkan meskipun sifat itu memang dimilikinya, misalnya karena si A sering berbohong, maka dipanggillah ia dengan si pembohong, padahal sekarang sifatnya justru sudah jujur tapi gelar si pembohong tetap melekat pada dirinya. Karenanya jangan dipanggil seseorang dengan gelar-gelar yang buruk.

Keempat, berburuk sangka, ini merupakan sikap yang bermula dari iri hati (hasad). Akibatnya ia berburuk sangka bila seseorang mendapatkan kenimatan atau keberhasilan. Sikap seperti harus dicegah karena akan menimbulkan sikap-sikap buruk lainnya yang bisa merusak ukhuwah islamiyah.

Kelima, mencari-cari kesalahan orang lain, hal ini karena memang tidak ada perlunya bagi kita, mencari kesalahan diri sendiri lebih baik untuk kita lakukan agar kita bisa memperbaiki diri sendiri.

Keenam, bergunjing dengan membicarakan keadaan orang lain yang bila ia ketahui tentu tidak menyukainya, apalagi bila hal itu menyangkut rahasia pribadi seseorang. Manakala kita mengetahui rahasia orang lain yang ia tidak suka bila hal itu diketahui orang lain, maka menjadi amanah bagi kita untuk tidak membicarakannya.

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa ketika ukhuwah islamiyah kita dambakan perwujudannya, maka segala yang bisa merusaknya harus kita hindari. Bila ukhuwah sudah terwujud, yang bisa merasakan manfaatnya bukan hanya sesama kaum muslimin, tapi juga umat manusia dan alam semesta, karena Islam merupakan agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Karenanya mewujudkan ukhuwah Islamiyah merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan ini.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2007/10/278/enam-perusak-ukhuwah/#ixzz2I7hTk0Yl

Jumat, 15 Maret 2013

Mengapa Ibadah Hambar?




Mengapa Ibadah Hambar?
oleh :  Ahmad Mudzoffar Jufri

dakwatuna.com - Mengapa kebanyakan kita sangat tidak mudah untuk bisa merasakan nikmatnya keimanan, lezatnya ketaatan, khusyuknya peribadahan dan manisnya amal kebajikan? Umumnya karena level keberagamaan yang masih bersifat setengah-setengah, atau bahkan lebih rendah lagi.
Level dan sifat keberagamaan mayoritas kita umumnya masih berada di tataran seremoni (semangat peringatan-peringatan), atau formalitas, atau maksimal wacana pemikiran teoritis belaka. Padahal keimanan dan keislaman sejati itu seharusnya benar-benar bisa merasuk ke hati, menyatu dengan jiwa, dan mewujud dalam rasa cinta dan ridha nan nyata.
Agar bisa merasakan nikmatnya amal saleh dan khusyuknya ibadah, kita memang harus beragama setotal mungkin. Dan syarat mutlaknya adalah, hawa nafsu harus mampu ditundukkan dan dikendalikan.  Karena selama masih ada hawa nafsu tertentu yang secara permanen atau hampir permanen selalu diperturutkan, selama itu pula sikap ogah-ogahan akan senantiasa menyertai pelaksanaan setiap amal saleh dan penunaian setiap ibadah. Karena umumnya ketaatan itu memang masih disikapi sebagai beban berat yang harus ditanggung dan dilepaskan, dan belum dirasakan sebagai kebutuhan hidup yang dirindukan rasa nikmatnya dan buah lezatnya.